Senin, 26 Oktober 2015

Orasi Ilmiah



HUKUM PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN                                    
 PENCEGAHAN KERUSAKAN SUMBER DAYA ALAM DAN 
LINGKUNGAN HIDUP

Orasi ilmiah
Disampaikan Pada Acara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Hukum Administrasi/ Lingkungan                                           Pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Di Ruang Rapat Utama Rektorat 
Universitas Bengkulu, Kamis, 15 Oktober 2015

Oleh:
ISKANDAR


                  KEMENTERIAN RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI                                             UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU, 2015


===============================================================
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua

Yang Terhormat,

§  Rektor dan Wakil Rektor Universitas Bengkulu
§  Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik Universitas Bengkulu
§  Guru Besar Universitas Bengkulu dan Guru Besar Tamu Undangan
§  Anggota Muspida Propinsi Bengkulu
§  Rektor dan Wakil Rektor Perguruan Tinggi Swasta di Provinsi Bengkulu
§  Dekan, Wakil Dekan, Ketua Lembaga dan Ketua dan Sekretaris Program Pascasarjana di Lingkungan Universitas Bengkulu
§  Dosen, Tenaga Kependidikan, dan Mahasiswa Universitas Bengkulu, khususnya Fakultas Hukum
§  Tamu undangan dan hadirin yang saya muliakan
Pada kesempatan yang sangat membahagiakan ini, marilah kita memanjatkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita diizinkan berkumpul di Ruang Rapat Utama  Rektorat Universitas Bengkulu, dalam keadaan sehat wal’afiat untuk mengikuti upacara pengukuhan kami sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universias Bengkulu. Salam dan sholawat disampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Rasulullah Muhammad SAW yang kita harapkan bersama syafaatnya pada hari pembalasan nanti.

Dengan kerendahan hati, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi yang telah memberi kepercayaan mengangkat saya sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, dan Rektor serta Senat Universitas Bengkulu yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan orasi ilmiah di hadapan sidang yang terhormat ini. Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu dan kepada Bapak/Ibu/Saudara sekalian hadirin yang telah menyempatkan diri di antara kesibukan dan waktunya yang sangat berharga untuk menghadiri acara pengukuhan ini.

PENGANTAR

Ketua Senat dan Hadirin yang saya hormati,
Izinkanlah saya pada kesempatan ini menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan saya sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, dengan tema sentral: “Hukum Perizinan Sebagai Instrumen Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup” Diangkatnya tema ini, didasarkan atas keprihatinan saya dan mungkin juga keprihatinan kita semua, atas kerusakan sumberdaya alam (SDA)[1] dan lingkungan hidup (LH)[2] yang seharusnya dapat dijaga keberlajutan dalam pemanfaatannya. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan SDA dan LH tersebut yaitu belum diterapkan dan tidak ditegakkannya hukum perizinan dalam pengelolaan SDA dan LH, hukum terkesampingkan oleh berbagai kepentingan.

PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM ADMINISTRASI
Ketua Senat dan Hadirin yang saya hormati,

Salah satu bentuk tindak pemerintahan (bestuur handeling) yaitu mengeluarkan keputusan tata usaha negara (KTUN/ beschikking).[3] Salah satu bentuk KTUN/beschikking yaitu keputusan izin (vergunning).[4] Izin merupakan instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge[5] menyatakan bahwa izin merupakan instrumen yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga negara. Izin merupakan suatu persetujuan yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Aktivitas dimaksud berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan tidak boleh atau dilarang untuk dilakukan, kecuali setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Artinya suatu aktivitas hanya boleh dilakukan setelah mendapat izin. Izin hanya akan diberikan oleh pejabat yang berwenang setelah dipenuhinya sejumlah persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh peraturan dasarnya. Harus dipenuhinya sejumlah persyaratan merupakan bentuk pengawasan dari pemerintah yang harus dilakukan untuk kepentingan umum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa izin merupakan norma larangan, yaitu suatu norma yang melarang suatu aktivitas dilakukan begitu saja tanpa persetujuan dari pejabat yang berwenang, dan persetujuan hanya akan diberikan setelah dipenuhinya persyaratan yang ditentukan. Tujuan dari norma larangan tersebut yaitu agar tercipta suatu ketertiban dan keteraturan yaitu dengan mengarahkan/mengendalikan (sturen) aktivitas tertentu, untuk mencegah bahaya bagi lingkungan atau untuk melindungi SDA dan LH, melindungi obyek tertentu, untuk membagi benda atau properti publik yang jumlahnya sedikit/terbatas.[6]
Pengaturan hukum perizinan dapat berupa pemenuhan persyaratan, hak dan kewajiban, larangan serta ketentuan terkait yang harus dipatuhi. Implikasinya jika persyaratan, kewajiban, larangan, dan ketentuan yang dimintakan dalam izin tidak terpenuhi, maka akan berdampak terhadap keabsahan izin itu sendiri. Tidak dipenuhinya persyaratan, kewajiban maupun  larangan itu merupakan tindakan pelanggaran, yang akan berujung pada sanksi hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang melanggar. Pelanggaran tersebut sangat mungkin terjadi, mengingat dalam masyarakat terdapat individu dengan sikap yang beragam dalam hal kepatuhan terhadap hukum. Agar pelaksanaan aturan tersebut dapat selalu dalam koridor hukum, maka dalam implementasi hukum perizinan tersebut diperlukan adanya sanksi untuk menjamin adanya kepastian hukum, konsistensi dalam pelaksanaan, dan juga penegakannya. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi, sanksi perdata, ataupun sanksi pidana.[7] Pengaturan sanksi dalam hukum perizinan dimaksudkan untuk  mengendalikan kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum.[8]
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), terdapat 2 (dua) jenis izin, yaitu izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan.[9] Izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Tanpa izin lingkungan, maka izin usaha dan/atau kegiatan tidak dapat diberikan. Sebelum adanya kewajiban harus memiliki izin lingkungan sebagaimana ketentuan UUPPLH ini, izin usaha dan/atau kegiatan hanya dapat diberikan setelah dinyatakan layak lingkungan berdasarkan hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). Izin usaha dan/atau kegiatan semestinya tidak  diberikan sebelum terpenuhinya kelengkapan dokumen tersebut, namun pada kenyataannya ketentuan ini seringkali dilanggar, akibatnya kerusakan SDA dan LH semakin tidak terkendali.[10]
Pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pengelolaan SDA hanya akan tercapai apabila ketentuan hukum perizinan berfungsi secara efektif  dan ditegakkan dengan konsisten. Namun kenyataannya dalam praktik, izin hanya dipandang sebagai instrumen peningkatan investasi untuk pertumbuhan ekonomi, oleh karenannya ada asumsi pemberian izin harus dipermudah.[11] Bahkan sistem perizinan dianggap sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD), sehingga setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui pelayanan perizinan diwajibkan atau diberi target capaian PAD tertentu. Akibatnya, pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan diabaikan. Seharusnya izin dipandang sebagai instrumen untuk mengatur dan mengendalikan berbagai aktivitas/usaha dalam pengelolaan SDA agar kerusakan SDA dan LH dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalisir.

PELANGGARAN HUKUM PERIZINAN DALAM PENGELOLAAN SDA DAN LH     
Ketua Senat dan Hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana telah diuraikan di muka, pelanggaran hukum perizinan dalam pengelolaan SDA seringkali terjadi. Utamanya pada sektor kehutanan, sektor perkebunan, sektor pertambangan, sektor kelautan dan perikanan. Modus pelanggaran yang sering terjadi yaitu  pemberian izin dengan imbalan biaya tinggi (jual beli izin), izin tidak diikuti dengan persyaratan, pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan izin, nepotisme dalam pemberian izin, pembiaran usaha/kegiatan tanpa izin, dan lain sebagainya, yang pada intinya aktivitas tersebut sarat dengan penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Terjadinya penyimpangan dan pelanggaran hukum tersebut pada akhirnya berdampak pada semakin meningkatnya laju kerusakan lingkungan hidup, kehancuran potensi dan habisnya ketersediaan SDA.[12] sehingga fungsi lingkungan hidup tidak lagi dapat memberikan layanan kepada semua mahluk hidup secara berkelanjutan. Kondisi demikian, bila tidak segera dilakukan penanganan dengan serius tentunya berdampak pada kesengsaraan dan kemiskinan rakyat Indonesia, serta terjadinya konflik baik secara vertikal maupun hozontal, bencana lingkungan (longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, kabut asap) seperti yang saat ini sudah sering dirasakan, dan bahkan lebih jauh dapat menyebabkan ecocide[13] bagi keberlanjutan mahluk hidup termasuk manusia.[14]
Pelanggaran atas norma hukum perizinan dalam  pengelolaan SDA dan prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup, bukan hanya menyebabkan kemiskinan, konflik, bencana,  tetapi juga telah mengakibatkan bangsa dan rakyat Indonesia telah kehilangan kedaulatannya atas SDA, dan kondisi LH semakin tidak terpulihkan. Rakyat hanya menjadi penonton, penumpang, dan atau penyewa di rumahnya sendiri, yang seharusnya sebagai pemilik dan berdaulat atas kekayaan SDAnya.[15] Kekayaan SDA seharusnya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.[16]
SDA memiliki dua fungsi yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Hingga saat ini, SDA masih merupakan andalan perekonomian nasional. Pemanfaatan SDA, memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan atau perekonomian nasional, dan menyedia lapangan kerja bagi tenaga kerja. Namun demikian, dalam pengelolaan dan pemanfaatannya tidak boleh dengan cara melanggar hukum. Sebab,  kebijakan sektor ekonomi  SDA yang lebih berpihak pada pertumbuhan jangka pendek, dapat memicu pola produksi dan konsumsi yang berlebihan, eksploitatif, dan ekspansif sehingga daya dukung dan fungsi LH semakin menurun, bahkan mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan.

Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya hormati,
Deskripsi pelanggaran hukum perizinan dalam pengelolaan SDA dan LH secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

Pelanggaran Hukum pada Sektor kehutanan
Pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia pada umumnya dan di Bengkulu khususnya masih sarat dengan praktik pelanggaran hukum.[17] Bentuk pelanggaran yang dilakukan yaitu pembukaan hutan/kawasan hutan untuk kepentingan nonkehutanan yang tidak sesuai dengan prosedur. Terjadinya pelanggaran ini, tidak hanya menyebabkan rusak atau musnahnya hutan/kawasan hutan, tapi juga menimbulkan kerusakan LH, menyebabkan kerugian keuangan negara dan bahkan memicu terjadinya pemanasan global.[18]
Hutan Indonesia berkurang secara drastis. Dalam kurun waktu 2009-2013, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar. Hutan Indonesia yang tersisa kini sekitar 82 juta hektar. Masing-masing 19,4 juta hektar di Papua, 26,6 juta hektar di Kalimantan, 11,4 juta hektar di Sumatera, 8,9 juta hektar di Sulawesi, 4,3 juta hektar di Maluku, serta 1,1 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara. Luas hutan yang rusak dalam area yang dimoratorium seluas 500.000 hektar pertahun, hutan alam seluas 200.000 hektar, hutan tanaman seluas 400.000 hektar.[19]
Kerusakan kawasan hutan terjadi tidak terlepas sebagai akibat dari kebijakan pengelolaan yang melanggar hukum, terutama berkait dengan perizinan di bidang pertambangan. Kerusakan kawasan hutan sebagai akibat perizinan bidang pertambangan diantaranya tersebar di Bengkulu, Lampung, dan Banten. Indikasi itu didasarkan pada hasil analisis overlay atas data izin bidang pertambangan. Berdasarkan data tersebut, Bengkulu menjadi daerah yang paling banyak indikasi pelanggarannya.[20] Selain akibat perizinan bidang pertambangan, kerusakan hutan/kawasan hutan juga akibat perizinan bidang perkebunan, karena izin perkebunan diberikan tidak sesuai dengan hukum perizinan.
Terkait dengan pelanggaran tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI.  Komisi IV DPR meminta data Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 10 tahun terakhir, dan data usulan perubahan peruntukan kawasan hutan dalam rangka revisi RTRWP. Data tersebut digunakan oleh Komisi IV DPR RI untuk melakukan pengawasan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan pemegang izin dan pelaksanaannya di lapangan.[21]
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya hormati,
Pelanggaran Hukum pada Sektor perkebunan
Pelanggaran hukum pada sektor perkebunan diantaranya: pertama, pada tahap penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), yang umumnya dilakukan dengan melakukan suap atau gratifikasi kepada pejabat penyusun Amdal (Komisi Amdal dan BPLH), agar pejabat penyusun Amdal mempercepat pembuatan Amdal tanpa perlu melakukan verifikasi mendalam terhadap kondisi kelayakan lingkungan, atau memanipulasi data dampak terhadap lingkungan (Amdal abal-abal). Kedua,  pada tahap perolehan lahan perkebunan. Lahan untuk perkebunan dapat berupa kawasan hutan atau nonkawasan hutan (atau dikenal dengan sebutan Areal Penggunaan Lain/APL). Jika lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan, maka  pengusaha kebun wajib mendapatkan izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan agar dapat mengusahakan kawasan tersebut. Namun dalam praktik, izin pelepasan belum dilakukan atau kawasan belum dilepas tapi lahan telah dibuka/diolah. Bahkan seringkali kepala daerah menerbitkan izin lokasi padahal lokasi atau lahan tersebut merupakan kawasan hutan.[22]  Ketiga, Pada tahap pelaksanaan usaha perkebunan, pelanggaran terjadi dalam bentuk suap atau gratifikasi agar dapat melakukan usaha perkebunan di areal seluas ≥ 25 Ha,[23] tanpa harus memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP-Budidaya, IUP-Pengolahan, dan IUPerkebunan).[24] Suap atau gratifikasi agar memperoleh IUP walaupun kawasan atau lahan yang diajukan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalaupun lokasi yang dimintakan izin sesuai dengan RTRW, seringkali pengusaha harus membayar untuk mendapatkan IUP. Suap atau gratifikasi untuk mendapatkan IUP tanpa Amdal dan/atau izin pelepasan kawasan dan/atau izin lokasi. Keempat, tahap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU). Suap atau gratifikasi untuk mendapatkan HGU tanpa didukung dokumen yang dipersyaratkan, misalnya izin pelepasan kawasan dan/atau izin lokasi dan/atau IUPerkebunan, dan/atau  lahan belum berstatus clear and clean.[25]
Ada perusahaan yang tidak mengurus dan atau menunda pengurusan HGU demi menghindari pajak bumi dan bangunan. Terhadap pelanggaran ini, perusahaan tidak dikenakan sanksi, sehingga patut diduga instansi  terkait sepertinya terindikasi menerima suap. Bentuk pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh perusahaan yaitu, HGU yang telah dimiliki, tidak segera dimanfaatkan sesuai peruntukannya (ditelantarkan).[26] HGU terlantar yang dimiliki oleh perkebunan besar biasanya sulit untuk dicabut karena sudah dianggunkan di Bank sebagai jaminan kredit, setelah kreditnya cair pemilik HGU itu biasanya membuka usaha lain di luar daerahnya.
Untuk jenis pelanggaran  yang dilakukan oleh aparatur terkait dengan HGU ini, yaitu ketika perusahaan  melakukan pengurusan HGU, Panitia Pemeriksaan Tanah yaitu panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik dan data yuridis baik dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian, perpanjangan dan pembaharuan HGU, kerap meminta fasilitas dari perusahaan untuk melakukan pengukuran lahan, pertemuan dengan masyarakat soal sengketa lahan, termasuk biaya administrasi yang harus dikeluarkan.[27]  Bentuk pelanggaran  oleh aparatur lainnya yaitu pembiaran beroperasi suatu perusahaan tanpa IUP.[28] Pembiaran beroperasinya suatu perusahaan perkebunan tanpa izin, jelas merupakan perbuatan melanggar hukum. Hal ini merupakan indikator lemahnya penegakan hukum secara represif,  hukum menjadi mandul manakala berhadapan dengan kepentingan penguasa dan pengusaha perkebunan besar. Penguasa yang seharusnya menegakkan hukum tapi justru melakukan perbuatan melanggar hukum (korupsi, kolusi dan nepotisme).[29]
Terkait dengan pelanggaran IUP di Wilayah Provinsi Bengkulu, sangatlah ironis dengan tupoksinya jika seorang kepala daerah dan perangkat daerah menyatakan tidak tahu bahwa ada  perusahan beroperasi tanpa izin. Setelah terungkap dan diketahui publik melalui media massa bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki izin/melanggar ketentuan perizinan, terhadap  perusahaan tersebut tidak juga diberi sanksi hukum, dengan alasan  bila perusahaan diberi sanksi, maka daerah akan dirugikan dan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja perusahaan. Padahal bila dipahami secara benar, justru instrument sanksi dalam hukum perizinan, merupakan sarana untuk mengontrol dan mengendalikan aktivitas perusahaan agar memberikan garansi bahwa perusahaan harus menjalankan usahanya dengan baik dan memenuhi semua kewajibannya (bayar pajak, retribusi, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan sebagainya). Bila perusahaan tidak memiliki izin, apa yang menjadi dasar pemerintah untuk menuntut dipenuhinya kewajiban perusahaan tersebut?.
Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya hormati,
Pelanggaran Hukum pada Sektor pertambangan
Secara nasional berdasarkan data Kementerian ESDM dari 10.543 (41,4 %) izin usaha pertambangan (IUPertambangan) yang ada, baru sekitar 6.174 izin yang dinyatakan tidak bermasalah alias clean and clear, dan sekitar 3.369 izin tambang yang masih bermasalah.[30] Terhadap izin tambang yang bermasalah ini, tentunya tidak terlepas dari kebijakan pengelolaan yang menyimpang dan lazimnya akan melibatkan peran kepala daerah. Jenis pelanggaran yang sering terjadi yaitu perusahan memiliki izin tapi melanggar wilayah pertambangan yang telah ditetapkan, penambangan di kawasan hutan, perusahaan tidak memiliki izin, izin tumpang tindih, tak melakukan kewajiban reklamasi atau rehabilitasi lingkungan. Semua bentuk pelanggaran izin tersebut termasuk praktik illegal mining, dan merupakan perbuatan melanggar hukum.
Apabila sektor tambang ini dikaitkan dengan sektor kehutanan sebagaimana telah terurai di muka, yaitu pemberian izin pinjam pakai (penggunaan) kawasan hutan untuk pertambangan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Tahun 2004 hanya terdapat 13 unit usaha pertambangan yang mengalihfungsikan hutan lindung seluas 925.000 hektar. Angka itu meningkat tajam pada tahun 2012 menjadi 924 unit usaha dengan luas total 6.578.421 hektar,[31] bahkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015, sedikitnya 65 izin pertambangan yang dikeluarkan dengan luas 130.605,88 hektar terindikasi berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.[32] Artinya izin pertambangan diberikan pada wilayah kawasan hutan, tanpa melalui proses perubahan peruntukan, perubahan fungsi dan atau pinjam pakai/penggunaan kawasan hutan, sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[33]
Akibat dari tata kelola sektor pertambangan yang buruk, selain menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, juga menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu diperlukan reformasi terhadap tata kelola sektor ini, untuk mewujudkan potensi pertambangan yang memberi manfaat secara signifikan bagi negara, menghormati hak-hak rakyat dan aspek sosial ekonomi lainnya, terlebih lagi aspek lingkungan yang sangat rentan terjadi kerusakan akibat dari kegiatan pertambangan.[34]
Dalam praktiknya banyak izin tambang yang dikeluarkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam arti tidak memenuhi persyaratan lingkungan (izin lingkungan[35]), bahkan terhadap izin usaha/kegiatan yang telah diberikan juga tidak diikuti dengan pelaksanaan pengawasan yang baik oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota yang menerbitkan izin tersebut.[36] Kondisi ini tentunya berakibat buruk bagi lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan konflik, karena berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan serta akan merugikan dan merepotkan negara/daerah dalam mengatasi persoalan tersebut.

Para Guru Besar dan Hadirian sekalian yang saya hormati,
Pelanggaran Hukum pada Sektor kelautan dan perikanan
Indonesia setiap tahunnya pada sektor perikanan menderita kerugian triliunan rupiah. Hal ini terjadi akibat pencurian ikan (illegal fishing) dan pelanggaran perizinan (illegal licence), yang melibatkan oknum aparat penegak hukum dan oknum pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Potensi kerugian negara dari sektor kelautan dan perikanan sangat tinggi karena lemahnya penegakan hukum perikanan.  Guna mengatasi persoalan ini, Menteri KKP Susi Pudjiastuti membentuk  Tim Satgas Pemberantasan Illegal Fishing pada akhir 2014. Salah satu tugasnya yaitu melakukan evaluasi dan audit kepatuhan  terhadap seluruh kapal perikanan dengan bobot di atas 30 gross tonnage (GT) yang beroperasi di perairan Indonesia.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Satgas Illegal Fishing menemukan sebanyak 907 kapal milik berbagai perusahaan yang diduga melanggar peraturan. Dari jumlah 907 tersebut terdapat sebanyak 500 kapal eks asing yang pelanggarannya terbilang berat. Sebanyak 500 kapal eks asing tersebut dimiliki 49 perusahaan. Karena tergolong pelanggaran berat, maka berpotensi dilakukan penindakan hukum secara pidana.[37] Atas dasar itu, KKP melakukan kebijakan moratorium kapal eks asing  yang memiliki bobot di atas 30 GT hingga bulan Oktober 2015. Dengan moratorium  tersebut, KKP akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap administrasi seluruh kapal yang beroperasi di Indonesia, yang meliputi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). KKP akan memberikan sanksi administrasi bagi yang melakukan pelanggaran perizinan kapal.[38]
Belum tegaknya hukum perizinan pada sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan manfaat dari SDA sektor  kelautan dan perikanan belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, koordinasi antarinstansi juga belum terjalin dengan baik. Dengan tata kelola sektor kelautan dan perikanan yang baik, diharapkan kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) dan pelanggaran perizinan (illegal licence) lainnya dapat ditekan seminimal mungkin, dan ketersediaan sumberdaya kelautan dan perikanan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar lagi bagi masyarakat dan pemerintah. Untuk itu langkah pengawasan dan penegakan hukum secara tegas menjadi keharusan.

PENEGAKAN HUKUM PERIZINAN UNTUK  MENCEGAH KERUSAKAN SDA DAN LH
Para Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan
Implikasi dari kondisi kebijakan pengelolaan SDA seperti telah diuraikan, secara ekologi telah menimbulkan degradasi kuantitas maupun kualitas SDA dan LH, terjadinya konflik dalam penguasaan dan pemanfaatan SDA, terjadi proses pemiskinan struktural dalam kehidupan masyarakat lokal. Untuk itu, agar kerusakan SDA dan LH dan dampak negatif  lainnya dapat dicegah dan dikendalikan, maka penerapan dan penegakan hukum perizinan harus dilakukan dengan benar dan konsisten.
Hukum perizinan juga merupakan sarana bagi warga negara untuk menyalurkan haknya dalam mengajukan keberatan dan gugatan terhadap badan dan atau pejabat pemerintahan. Keberatan dan gugatan atas keputusan perizinan dapat dilakukan, karena kesalahan atau kekeliruan dalam proses penerbitan sebuah keputusan izin yang berdampak penting terhadap SDA dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Bahkan terhadap pejabat pemerintahan yang melakukan pelanggaran hukum terkait dengan kebijakan pengelolaan SDA dan LH dimaksud dapat dikenakan sanksi hukum pidana.[39]
            Penegakan hukum perizinan pada dasarnya merupakan penegakan hukum administrasi, karena penegakan hukum perizinan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Sanksi yang dapat diterapkan atas pelanggaran hukum perizinan  meliputi tiga bidang hukum yaitu administrasi,[40] perdata[41] dan juga pidana.[42] Penjatuhan sanksi bertujuan untuk efektivitas hukum perizinan, agar dipatuhi dan ditaati baik oleh pejabat yang berwenang, pelaku usaha maupun masyarakat. Sanksi itu pula sebagai instrumen untuk melakukan penegakan hukum agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan, yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan serta kesejahteraan.
            Penegakan hukum perizinan lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan hukum secara preventif berarti pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan, kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar.[43] Instrumen penting dalam penegakan hukum preventif yaitu penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang bersifat pengawasan, mulai dari proses penerbitan izin sampai dengan pelaksanaan oleh pihak perusahaan di lapangan. Dengan  demikian,  penegak hukum yang utama di sini yaitu pejabat atau aparat pemerintah yang berwenang memberi izin dengan segala persyaratan dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, guna mencegah terjadinya kerusakan SDA dan LH.[44]
Pelanggaran terhadap ketentuan perizinan, harus segera dilakukan penegakan hukum  secara represif dengan  tegas, yaitu dengan menerapkan sanksi administrasi,[45] sehingga kerusakan SDA dan LH yang terjadi dapat segera dihentikan, dan diikuti dengan upaya pemulihan atau rehabilitasi. Penerapan sanksi administrasi  selain berfungsi untuk pencegahan dan pengendalian, juga untuk menghentikan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum perizinan.[46] Selain itu, sanksi administrasi juga bersifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, yaitu dengan menetapkan kewajiban bagi pelaku usaha/kegiatan untuk melakukan  pemulihan dan atau  rehabilitasi terhadap SDA dan LH yang rusak atau tercemar. Sehingga SDA dan LH dapat memberi manfaat kembali secara berkelanjutan.
Penegakan hukum perizinan sebagaimana terurai di muka, juga dimaksudkan untuk mengetahui keabsahan suatu keputusan izin. Keputusan izin yang sah yaitu suatu keputusan izin yang telah memenuhi syarat formal dan material. Hal ini penting, karena hanya dengan keputusan izin yang sah, pengelolaan SDA dan LH dapat terhindar dari kerusakan.

KEABSAHAN KEPUTUSAN IZIN
Para Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan

Terkait keabsahan suatu keputusan izin, dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu kewenangan, prosedur, dan substansi.[47] Penerbitan keputusan izin  disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan  (bevoegdheid) yang sah yang diperoleh baik secara atribusi, delegasi dan mandat. Pelaksanaan kewenangan tersebut dibatasi oleh isi kewenangan (bevoegdheid ratione materiae)), wilayah kewenangan (bevoegdheid ratione loci) dan waktu pelaksanaan dari kewenangan tersebut (bevoegdheid ratione temporis).
Prosedur penerbitan keputusan izin didasarkan asas negara hukum, yaitu memperhatikan aspek perlindungan hukum bagi masyarakat, menerapkan asas demokrasi yaitu harus terbuka/transparan, sehingga harus ada peran serta masyarakat (inspraak), dan menerapkan asas instrumental yaitu efisien dan efektif artinya biaya murah dan tidak berbelit-belit/sederhana. Sedangkan dari aspek substansi dalam penerbitan izin artinya harus disesuaikan dengan ketentuan yang menjadi dasar keputusan izin dimaksud, tidak sewenang-wenang/legalitas ekstern), tidak menyalahgunaan wewenang, dan tidak melanggar undang-undang/legalitas intern).
Berkait dengan keabsahan keputusan izin dalam pengelolaan SDA dilihat dari aspek kewenangan, patut dicermati kewenangan kepala daerah pasca berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UUPemda Tahun 2014). Dengan adanya alih kewenangan dalam pengelolaan SDA, bupati/walikota tidak berwenang lagi untuk menerbitkan keputusan perizinan pengelolaan SDA sebagaimana dimaksud dalam lampiran UUPemda Tahun 2014, yang meliputi bidang Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, ESDM.
Demikian juga untuk perizinan baru, berdasar Surat Edaran Mendagri Nomor 120/253/Sj, tanggal 16 Januari 2015 Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pada angka 3 disebutkan khusus penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemberian atau pencabutan izin dilaksanakan oleh susunan/ tingkatan pemerintahan sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam UUPemda Tahun 2014 dengan mengutamakan kecepatan dan kemudahan proses pelayanan perizinan serta mempertimbangkan proses dan tahapan yang sudah dilalui.[48]
Berdasarkan surat edaran tersebut berarti bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak lagi memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin baru, karena sudah menjadi kewenangan sesuai dengan ketentuan UUPemda Tahun 2014. Padahal ketentuan peraturan pelaksanaan yang bersifat teknis sebagai dasar hukum penerbitan izin baik tingkat pusat maupun provinsi belum ada. Sehubungan dengan hal ini, untuk menghindari terjadi kekeliruan, sebaiknya dilakukan moratorium sementara bagi penerbitan perizinan baru. Selain itu, bila ada  keinginan untuk pencabutan izin yang sudah ada, perlu hati-hati karena pemerintah provinsi/pusat (gubernur/menteri terkait) belum tentu memiliki kewenangan untuk mencabut keputusan izin tersebut, karena yang menerbitkannya adalah bupati/walikota, dapat berlaku asas contrarius actus dalam hukum administrasi?[49]
Secara normatif, pengaturan urusan pemerintahan dimaksud sepertinya sederhana, karena hanya sekedar pengalihan kewenangan dalam pengurusan dan pengelolaannya. Namun, bila dikaji dengan cermat, alih kewenangan beberapa urusan pemerintahan pada berbagai sektor dapat dipastikan akan berimplikasi secara politik (kebijakan sentralisasi dan desentralisasi), secara yuridis (terkait dengan hak dan kewajiban, tanggungjawab dan tanggung gugat). Implikasi lainnya yang akan segera dihadapi yaitu terhadap struktur kelembagaan, stakeholders dan pemangku kepentingan, potensi konflik antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi/pusat, potensi konflik antara masyarakat dan pelaku usaha dengan pemerintah provinsi/pusat, implikasi terhadap peraturan sektoral dan berbagai produk hukum daerah (peraturan perundang-undangan sektoral, produk hukum daerah, keputusan perizinan).[50]
Oleh karena itu, pada tataran implementasi undang-undang ini, kiranya perlu hati-hati dan cermat, jangan sampai tujuan untuk mendorong peningkatan efektivitas pemerintahan dalam rangka memantapkan pem­bangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek, sebagaimana RPJMN 2015-2019, tapi yang terjadi justru sebaliknya.[51]
Berkenaan dengan alih kewenangan ini, kiranya terhadap berbagai ketentuan peraturan perundangan-undangan sektoral, perlu dilakukan penyesuaian dan penyelarasan (sinkronisasi). Undang-undang yang bersifat sektoral seperti Undang-undang (UU) Kehutanan, UU Perkebunan, UU Pertambangan, UU Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil, UU Perikanan, dan undang-undang sektoral terkait lainnya terutama yang mengatur dan memberikan kewenangan kepada bupati/walikota dalam penyelenggaraan urusan pemerintahannya, termasuk peraturan pelaksanaanya.
Penyesuaian dan penyelarasan undang-undang sektoral ini dapat saja diperdebatkan, mana yang harus menyesuaikan, apakah UU sektoral atau UU Pemda, mana yang spesialis dan mana yang generalis, mana yang superior mana yang inferior. Terlebih lagi untuk melakukan perbaikan/penyesuaian agar tidak bertentangan antar undang-undang tersebut, bukanlah pekerjaan yang mudah, dan butuh waktu yang panjang. Selain itu, juga harus segera dilakukan koordinasi agar dapat diminimalisir terjadinya konflik lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Bahkan jika perlu, sebagai solusi, dapat dibentuk Kementerian Koordinator bidang pengelolaan SDA dan LH, agar masing-masing sektor tidak berjalan sendiri-sendiri.
PENUTUP
Para Guru Besar dan Hadirin yang saya muliakan

Berdasarkan uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa pertama, hukum perizinan adalah semua ketentuan yang menetapkan norma larangan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan tertentu tanpa keputusan izin. Keputusan izin hanya dapat diberikan setelah dipenuhinya persyaratan, pembatasan dan ketentuan yang terkait. Tujuan dari hukum perizinan dalam pengelolaan SDA dan LH bukan untuk menjadi sarana sumber PAD semata, tapi untuk terciptanya ketertiban, keteraturan, kepastian hukum, keadilan, kesejahteraan dan mencegah kerusakan SDA dan LH. Kedua, Pelanggaran dalam pengelolaan SDA dan LH, seharusnya dikenakan sanksi hukum, baik sanksi administrasi, perdata maupun sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar tujuan hukum itu sesuai dengan kenyataan, yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Ketiga, Penegakan hukum perizinan (preventif dan represif) secara benar dan konsisten dapat mencegah terjadinya kerusakan SDA dan LH, sehingga pemanfaatan SDA dan LH dapat berkelanjutan baik untuk memenuhi kepentingan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Keempat, Keabsahan suatu keputusan izin dapat diuji baik secara administartif maupun yudisiil dari aspek kewenangan, prosedur dan substansi.  Pasca berlakunya UUpemda Tahun 2014, telah terjadi alih kewenangan dalam pengelolaan SDA dan LH, oleh karena itu dalam pemberian perizinan berikutnya harus lebih hati-hati dan cermat, transparan, partisipatif, dan akuntabel, agar dalam  pemanfaatan SDA dan LH dapat berkelanjutan.


Mari kita renungkan kata-kata bijak sebagai sindiran dan peringatan bagi kita semua:

Bumi (SDA) cukup memenuhi kebutuhan umat manusia, tapi ia tidak cukup untuk memenuhi keinginan satu orang manusia yang serakah.” (Mahatma Gandhi).

“Jika Pohon terakhir telah ditebang, Ikan terakhir telah ditangkap, Sungai terakhir telah mengering, Manusia baru sadar kalau uang tak dapat dimakan,” Untaian bahasa bijak orang Indian yang dipopulerkan oleh Greenpeace, sangat cocok mengambarkan keserakahan manusia terhadap alam dan lingkungannya.

“SDA dan LH bukan warisan nenek moyang yang dapat dihabiskan semau kita, melainkan titipan yang harus diwariskan kembali kepada anak dan cucu kita.” (Pembangunan Berkelanjutan).

“Perlindungan SDA-LH untuk keselamatan, pengelolaan SDA-LH untuk kesejahteraan, melalui Hukum Perizinan sebagai instrumen perwujudannya adalah keniscayaan.”  (Iskandar).


Ucapan Terima Kasih

Para Guru Besar, Bapak, Ibu, dan Hadirin yang saya muliakan

Pada bagian akhir dari orasi ilmiah ini, perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak pihak yang telah berjasa dalam kehidupan dan karir akademik saya, sehingga saya  dapat berdiri dan berorasi di atas mimbar yang sangat terhormat ini.

Pertama, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pemerintah RI cq. Menteri Ristek dan Dikti yang telah mengangkat dan memberikan kepercayaan kepada saya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi/Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Rektor Universitas Bengkulu, Senat Akademik dan Guru Besar, yang telah mengusulkan dan menilai usulan jabatan saya. Kepada Senat Fakultas, Dekan dan para Wakil Dekan, serta Bagian Hukum Administrasi dan Ketatanegaraan Fakultas Hukum UNIB., saya ucapkan terima kasih atas dukungannya terhadap pengajuan saya sebagai guru besar. Saya berharap semoga amanah yang berat ini senantiasa dapat dilaksanakan dengan baik.

Kedua, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada yang mulia semua guru saya, mulai dari SDN No. 19 Kota Bumi, SMP Xaverius Kota Bumi, SMP Surya Dharma Tanjung Karang dan SMPN 6 Tanjung Karang, SMAN I Tanjung Karang, Fakultas Hukum UNILA Tanjung Karang, PPs. Ilmu Hukum UNAIR Surabaya,  PPs. Ilmu Hukum UNPAD Bandung. Secara khusus penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang terhormat Ibu Sri Sayekti, S.H., dan Bapak Chaidir Yusuf, S.H., dosen pembimbing S1, Prof.Dr. Philipus M. Hadjon, S.H., Prof.Dr. Siti Sundari Rangkuti, S.H., dosen pada S2, yang telah membimbing dan mendidik saya dengan disiplin dan tegas. Prof.Dr. M. Daud Silalahi, S.H., Prof.Dr. Djuhaendah Hasan, S.H., dan Prof.Dr. Ida Nurlinda, S.H.,M.H., promotor S-3 sekaligus guru yang telah mendidik dan membimbing saya dengan penuh kesungguhan dan kearifan. Ucapan terima kasih khusus saya sampaikan kepada Prof.Ir. Zainal Muktamar, M.Sc., Ph.D., yang telah  memberi izin dan tugas belajar, sehingga saya dapat studi lanjut S3 di Unpad.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada guru saya, Prof.Dr. H. Lili Rasyidi, S.H., S.Sos.,LLM., Prof.Dr. I Gde Pantja Astawa, S.H.,M.H., almarhum Prof.Dr. Ateng Syafrudin, S.H., Dr. H. Muh. Hasan Wargakusumah, S.H., Dr. Supraba Sekarwati, S.H.,CN., Dr. Tarsisius Murwaji, S.H.,M.H., Prof. Huala Adolf, S.H.,LL.M., Ph.D., FCB.Arb., Prof.Dr. Sri Sumantri, S.H., Prof.Dr. Bagir Manan, S.H., Prof.Dr. B. Arief Sidharta, S.H., almarhum Prof.Dr. H.R. Otje Salman, S.H., Prof. H.A. Djadja Saefullah, Drs.,MA.,Ph.D., Dr. Suparman, S.H.,M.H., yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, masukan, dan inspirasi kepada saya selama masa studi di PPs. UNPAD Bandung.
Ketiga, kepada mantan pimpinan Fakultas Hukum UNIB yang telah tiada, yang telah berperan besar dalam perjalanan dan pengembangan karir awal saya sebagai dosen di Fakultas Hukum. Secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada almarhum Bapak Bachtiar Hosen, S.H., sebagai Dekan Fakultas Hukum, Almarhumah Ibu RS. Lestari, S.H., sebagai PD II, almarhum Bapak Boerhandra, S.H., sebagai Ketua Jurusan, yang menjabat pimpinan pada saat saya diangkat sebagai dosen Fakultas Hukum UNIB., teriring doa semoga amal kebajikan almarhum/ah diberi balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT., demikian juga kepada mendiang Bapak Hormat Guru Singa, S.H., selaku PD I, semoga kebaikan beliau mendapat balasan yang setimpal.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada Rektor Universitas Bengkulu Bapak Dr. Ridwan Nurazi, SE.,M.Sc., dan Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Universitas Bengkulu, Bapak Dr.rer.nat. Totok Eka Suharto, MS., Dekan/Ketua Senat dan Sekretaris Senat Fakultas Hukum Bapak M. Abdi, S.H.,M.H., dan Ibu Herlita Eryke, S.H.,M.H., serta para Wakil Dekan dan Anggota Senat, yang telah memfasilitasi baik administrasi maupun finansial, Ketua Senat Universitas Bengkulu Prof.Dr.Ir.Alnopri, MS., dan para Anggota Senat Universitas Bengkulu, Ketua dan Sekretaris Tim PAK  Prof.Dr.Ir. Priyono Prawito, M.Sc., dan Prof.Drs. Mudin Simanihuruk, Ph.D., serta Anggota Tim PAK, secara khusus kepada Prof.Dr.Ir. Nanik Setyowati, M.Sc., mantan Ketua Tim Pak dan sekaligus reviewer karya ilmiah saya, dan Ketua Tim Validasi Karya Ilmiah UNIB, Prof.Dr.Ir.Yuwana, M.Sc., dan Anggota Tim Validasi, yang telah menilai keabsahan karya ilmiah saya, sehingga proses penilaian oleh Tim PAK dan Tim Validasi Dikti relatif tidak mengalami hambatan, atas semua bantuan dan kebaikan bapak dan ibu semua saya haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, atas dukungan, bantuan dan kerjasama yang baik selama ini. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada teman sejawat dan juga reviewer internal atas karya ilmiah yang saya ajukan  yaitu Prof.Dr. Herawan Sauni S., S.H.,MS., Ucapan terima kasih dan pengharagaan yang tinggi juga juga saya sampaikan kepada Bapak Jumri Agusti, SE., Ibu Husnaini, Ibu Dra. Rasmiwati, Bapak Drs. Jalaludin, Bapak Muchammad Bashori, ST., dan Ibu Zuherli, S.H., Ibu Nursihati, S.Kom., Agus Tri Maryanto, SE., dan Bapak Sutadi yang telah membantu penyelesaian berkas administrasi terkait usul kenaikan jabatan guru besar saya, sehingga semuanya berjalan dengan lancar.

Ucapan terima kasih saya tujukan kepada rekan sejawat di Bagian Hukum Administrasi dan Ketatanegaraan, yaitu Prof.Dr. H. Juanda, S.H.,M.H., yang juga sebagai reviewer internal atas karya ilmiah yang saya ajukan untuk usul kenaikan jabatan guru besar, Dr. Elektison Somi, S.H.,M.H., dan Ibu Deli Waryenti, S.H.,M.H., selaku Ketua dan Sekretaris Bagian yang memproses usul dan validasi angka kredit kenaikan jabatan guru besar saya, Ibu P.E. Suryaningsih, S.H.,M.H., mantan Ketua Bagian yang memproses awal usul dan validasi angka kredit kenaikan jabatan guru besar saya, Dr. Amancik, S.H.,M.H., Dr. Ardilafiza, S.H.,M.H., Bapak Katamalem S. Meliala, S.H.,M.H., Bapak Jonny Simamora, S.H.,M.Hum., Bapak M. Yamani, S.H.,M.Hum., Bapak Amirizal, S.H.,M.H., Dr. Edra Satmaidi, S.H.,M.H., yang banyak membantu saya pada awal kedatangan saat studi S3 di Kota Bandung, Bapak Ahmad Wali, S.H.,M.H., Ibu Ema Septarini, S.H.,M.H., Ibu Rheny Wahyuni Pulungan, S.H.,LL.M.,Ph.D., kepada rekan sejawat baru Wulandari, S.H.,M.H., Tri Andika, S.H.,M.H., Arini Azkia Muthia, S.H.,M.H., selamat bergabung pada Bagian HAN/HTN.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada para reviewer eksternal karya ilmiah yang saya ajukan untuk usul kenaikan jabatan guru besar, yaitu Prof.Dr. H. Alvi Syahrin, S.H.,MS., guru besar Fakultas hukum USU, Prof. H. Amzulian Rifai, S.H., LLM., Ph.D., Dekan dan guru besar Fakultas hukum UNSRI.,  Prof.Dr. Garuda Wiko, S.H.M.H., Dekan dan guru besar Fakultas hukum UNTAN., Prof. Dr. Sukamto Satoto, S.H.,M.Hum., guru besar Fakultas Hukum UNJA, atas penilaian dan rekomendasi para guru besar yang terhormat ini, telah ikut melancarkan proses penilaian kenaikan jabatan saya ke Guru besar.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, teruslah berjuang dan berkarya, keberadaan dan esksistesi kalian menjadikan saya sebagai tenaga pendidik lebih bermakna dan memberi manfaat. Demikian juga kepada seluruh jajaran pemerintah daerah dan instansi vertikal di Provinsi Bengkulu, saya haturkan ucapan terima kasih atas kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini.

Keempat, ucapan terima kasih tak terhingga dan rasa hormat  yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada orang tua saya, ibu Hj. Siti Fatimah dan almarhum ayah Dien Maha Guru Suttan, almarhum umi Bunaiyah, almarhum mamah Masnona, memeh Siti Aminah, atas kasih sayang tak terhingga yang telah diberikan dan senantiasa mendoakan keberhasilan anaknya. Terima kasih juga disampaikan kepada bapak dan ibu mertua, Almarhum bapak Mahdi Ra’uf dan ibu Muslimah, kakek dan nenek istri saya Abdul Kholil dan Sofiah yang telah merawat istri saya sejak kecil. Terima kasih, semoga Allah SWT., senantiasa mengasihi dan menyayangi orang tua kami sebagaimana mereka telah mengasihi dan menyayangi kami selama ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada kakak dan adik dari keluarga besar Dien Maha Guru Suttan dan Keluarga Mahdi Ra’uf, serta semua keponakan saya,  atas bantuan, dukungan, dan perhatiannya kepada saya selama ini. Khusus kepada adinda Basri Alam, Darwin Alam, S.H., almarhum kakanda Rifki Alam, kakanda Arnold Alam, S.H., adinda Helmi Alam dan Kasdi Alam, kakanda Rusli Ibrahim Alam dan Iksir Alam, adinda Afrozi alam, SE. dan Mersi Alam, yang telah memberikan dorongan moril maupun bantuan materil. Terkhusus juga kepada kakak sepupu saya Drs. Zulkarnain Samad, dan Abang saya Drs. Surya Hasvana, karena dorongan dan bantuan beliau, maka saya sampai di Bengkulu dan berkarier sebagai dosen. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada saudara saya Bapak Slamet Muljono, S.H.,MS., yang senantiasa memberikan nasihat tentang kesabaran dan nilai-nilai kehidupan.
Terakhir, Terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian dari istri tercinta, Yuniarti dan anak-anakku tersayang, Yovan Librayuda, S.E., Sovranita Iskandar, S.H.,M.Kn., Yustisiana Saraswati, S.E., cucu saya Dien Zaidan Asshiddiqie, terima kasih atas semua kasih sayang kalian, semoga pencapaian ini menjadi inspirasi bagi anak dan cucu saya dalam menjalani dan mengisi kehidupan ini dengan nilai-nilai kebajikan untuk kebaikan hidup di dunia dan di hari akhir.
Kepada seluruh hadirin tamu undangan yang telah meluangkan waktu, meringankan langkah menghadiri acara ini, saya sampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rakhmat dan karuniaNya kepada kita semua, amiiin YRA.
Wabillahitaufiq Walhidayah,  Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bengkulu, Kamis, 15 Oktober 2015

(Iskandar)
.


Daftar Pustaka
Adrian Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 167-168.

Ahmad Basuki, Pertanggungan Jawab Pidana Pejabat Atas Tindakan Mal-Administrasi Dalam Penerbitan Izin Di Bidang Lingkungan, Jurnal PERSPEKTIF, Volume XVI No. 4 Tahun 2011 Edisi September, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, hlm. 253.

Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 79.

Honkonen, Tuula, Challenges of Mining Policy and Regulation in Central Asia: the Case of the Kyrgyz Republic, Abstract, Journal of Energy & Natural Resources Law, Vol.31. Edisi 1, (Feb 2013), ProQuest Research Library, http://e-resources.pnri.go.id: 2058/docview/, diunduh 30 Agustus 2015.

Huala Adolf, 1991, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 51.

Iskandar, 2010, Implementasi Prinsip-prinsip Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Instrumen Pencegahan Kerusakan Kawasan Hutan Dalam Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Di Indonesia, Laporan Penelitian, HD. PPs.Unpad.,  Bandung, hlm. 4-5.

Iskandar, et.al., 2011, Kebijakan Perubahan Kawasan hutan Dalam Pengelolaan Berkelanjutan, Unpad Press.,  Bandung, hlm. 93, 121. 137.

Iskandar, et.al., 2012, Kajian Pengaturan Perizinan Usaha Perkebunan Di Provinsi Bengkulu, Laporan Hasil Kajian, Disbun Prov. Bengkulu, hlm. 31-35.

---------, et.al., 2012, Kajian Pengaturan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Provinsi Bengkulu, Laporan Hasil Kajian, Dinas ESDM Prov. Bengkulu, hlm. 5-6.

Iskandar,  Tinjauan Yuridis Tukar Menukar dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan, Majalah Ilmu Hukum Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, hlm. 65-66.

------------, 2014, Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan Lingkungan  (Kajian Pengaturan Dalam Hukum Positip dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif Pencegahan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang, Jurnal Progresif, FH-UBB., Bangka Belitung, hlm. 17.

-------------, 2014, Reformasi Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria, Artikel, disampaikan pada acara FGD, dengan Tema: Mencari Solusi Atas Masalah Agraria Di Bengkulu, pada hari Kamis, 24 April  2014, kerjasama DPD-RI dengan Universitas Bengkulu, hlm.7.

-----------, 2015, Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju,  Bandung, hlm. 108.

-----------, 2015, Implikasi Alih Kewenangan Dalam Pengelolaan  Sumber Daya Alam  Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Artikel, disampaikan pada Seminar dengan Tema Mendorong Efisiensi Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan Daerah Terhadap Perbaikan dan Penataan Izin Pertambangan dan Perkebunan di Provinsi Bengkulu, yang diselenggarakan oleh WALHI-Bengkulu, tanggal 11 Juni 2015, di Samudra Dwinka Hotel, Bengkulu, hlm. 11.

----------, 2015, Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah                          Dalam Mencegah Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam, Artikel, disampaikan pada lokakarya yang di selenggarakan oleh DPRD Kabupaten Seluma, dengan Tema: “Peranan DPRD Dalam Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan Di Kabupaten Seluma”,  Rabu, 16 September 2015, di Hotel Risky, Tais, Kabupaten Seluma, hlm. 17.

Ivan Fauzani Raharja,  Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, Jurnal  Inovatif, Volume VII No. II Mei 2014, hlm., 118-119.

M. Ridha Saleh, 2005, Ecocide, Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Walhi, Jakarta, hlm. 66-67.

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, hlm. 2-3.

Philipus M. Hadjon, et.,al., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,  hlm. 123-128.

Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Orasi Ilmiah, Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Oktober 1994, hlm. 7.

Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 191.

Peraturan:

UUD NKRI Tahun 1945

Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.

Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terakhir telah diubah melalui  Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang telah diubah dengan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, yang telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Di Daerah.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/ OT.140/9/2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

PermenLH Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman  Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Covenant on Economic, Social and Cultural Right, 16 Desember 1966.

Charter of Economic Rigahts and Duties of State  tahun 1974.

Declaration on the Human Environment dari Konferensi Stockholm, 5-6 Juni 1972, Prinsip 21 dan 11.

Resolusi Majelis Umum PBB, 21 Desember 1952.

Resolusi Majelis Umum PBB, 14 Desember 1962 dan 25 November 1966 serta 17 Desember 1973.

Resolusi Majelis Umum PBB tentang Permanent Sovereignty over Natural Resources tahun 1974.

Surat Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Nomor: S.706/VII-PKH/2014, tanggal 10 Juli 2014.


Situs Internet:





http://repository.unib.ac.id/835/, diunduh 29 Agustus 2015.


http://sawitwatch.or.id/, diunduh pada tanggal 30 Agustus  2015.



http://e-resources.pnri.go.id:, diunduh 30 Agustus  2015.

http://gresnews.com/news/20130615-korupsi-sumber-daya-alam, diunduh pada tanggal 30 Agustus 2015.

http://www.elsam.or.id/article.php?id, diunduh pada tanggal 30 Agustus 2015.





CURRICULUM VITAE

Nama    
:
 Iskandar
NIP/NIDN
:
196311071990011002/0007116307
Tempat dan Tanggal Lahir  
:
Kotabumi, 7  November 1963
Pangkat/Jabatan/Golongan  
:
Pembina Utama Muda//Guru Besar/IVc
Unit Kerja
:
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu         
Alamat
:
Jl. Unib. Permai IV B No. 1 Perumahan Dosen UNIB. Bengkulu,  Telp. 0736-7310853   HP. 0811738171, email: suttaniskandar@yahoo.com


A.   RIWAYAT PENDIDIKAN

No
Jenis Pendidikan
Tempat
Tahun Masuk
Tahun Lulus
Spesialisasi
1
S-3 UNPAD
Bandung
Sept 2008
14 Pebruari 2011
Hukum Administrasi/ Lingkungan
2
S-2 UNAIR
Surabaya
Sept 1994
24 September 1996
Hukum Administrasi
3
S-1 UNILA
Tanjung Karang
Sept 1984
28 Agustus 1988
Hukum Administrasi
4
SMAN I
Tanjung Karang
1981
1984
IPS
5
SMPN 6
Tanjung Karang
1977
1981
-
6
SDN 19
Kotabumi
1969
1977
-


B.   PENGALAMAN DI BIDANG KELEMBAGAAN/INSTITUSI

Tahun
Kedudukan/Jabatan
Kelembagaan/Institusi
1996-1999
Ketua Bidang Operasional  Bapel KKN UNIB
Universitas Bengkulu
1999-2004
Anggota Tim TKPDL Pemda Kota Bengkulu
Pemda Kota Bengkulu
1999-2006
Anggota Senat
FH UNIB
2003-2006
Tim Hukum MCRMP
ADB-Bappeda Prov. Bengkulu, Kota. Bengkulu, Kab. Bengkulu Utara
1999-2000
Sekretaris P3KKN UNIB
Universitas Bengkulu
2001-2005
Pembantu Dekan II FH UNIB
Universitas Bengkulu
2005-2008
Ketua P3KKN UNIB
Universitas Bengkulu
2011-2013
Anggota Koalisi Kependudukan Untuk Pembangunan Propinsi Bengkulu
BKKBN Prov. Bengkulu
2011-2013
Anggota senat
Universitas Bengkulu
2011-2013
Tim Asistensi Program Sarjana Pelopor Pembangunan Pedesaan (PSP3) di Provinsi Bengkulu
Kemenpora-LPPM UNIB
2012
Detaser di Universitas Asahan Sumatera Utara, Program Detasering Dikti
Universitas Asahan  (UNA) Sumatera Utara
2012
Anggota Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Bengkulu Tengah
Bappeda Bengkulu Tengah
2013-2017
Ketua Komisi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Bengkulu
2013-2017
Anggota Forum Pengelolaan DAS Terpadu Provinsi Bengkulu
BP-DAS Bengkulu
2014-2017
Anggota FORMIKAN Provinsi Bengkulu
Badan Karantina Perikanan Bengkulu
2014-2015
Tenaga Ahli Penyusunan Produk Hukum Daerah  Provinsi Bengkulu
Biro Hukum Setda. Prov. Bkl.


C.   PENGALAMAN PENYUSUNAN PROPOSAL  BLOCKGRAND (TIM TASK FORCE)


Tahun
Kegiatan
Perguruan Tinggi
2000
Proposal blocgrand Semi-Que
FH UNIB
2001
Proposal blockgrand Due-Like
FH UNIB
2002
Proposal blockgrand TPSDP
FH UNIB
2004
Proposal blocgrand Prog. A-2,
FH UNIB
2006-2007
Proposal blocgrand Prog. IMHERE
Universitas Bengkulu

D.   PENGALAMAN SEBAGAI REVIEWER

Tahun
Kegiatan
Perguruan Tinggi/Lembaga
2003-2004
Reviewer Lembaga Penelitian UNIB
Universitas Bengkulu
2006-2008; 2011-2014
Reviewer  LPPM UNIB
Universitas Bengkulu
2005-sekarang
Reviewer PPM DP2M
DIKTI
2012
Team Reader dalam  proses seleksi Calon Hakim Agung
Komisi Yudisial RI
2011-2012
Reviewer PAK  KUM-B
FH UNIB
2012-sekarang
Reviewer PAK  KUM-B
Universitas Bengkulu





E.    PENGALAMAN DALAM BIDANG PENGAJARAN

Tahun
Mata Kuliah
Jenjang
Perguruan Tinggi
1989-1994
Hukum Pemda
Hukum Administrasi Negara
Hukum Acara PTUN
Hukum Pajak
Hukum Perburuhan
Hukum Lingkungan


S-1


FH UNIB
1996-2008
Hukum Administrasi Negara
Hukum Acara PTUN
Praktik Hukum Acara PTUN
Hukum Perizinan
Hukum Lingkungan
Hukum Kehutanan

S-1

FH UNIB
2006-2007
Hukum Perikanan
Diploma
FP UNIB
2005-2008
Hukum Lingkungan
S-2
PPs.IH FH UNIB
2009-2010
Kewarganegaraan
Diploma
Poltekpos Bandung
2011-2012
Hukum Lingkungan
S-2
PPs.IH FH UNIHAZ
2011-sekarang
Hukum Administrasi Negara
Hukum Lingkungan
Hukum Kehutanan
Hukum Perizinan
Hukum Sumberdaya Alam

S-1

FH UNIB
Hukum Lingkungan
S-2
PPs.IH FH UNIB
2012
Hukum Administrasi Negara
S-1
Fisipol UNIB
2012-sekarang
Kapita Selekta Hukum Administrasi
S-2
PPs.IH FH UNIB
2015
Hukum dan Kebijakan Publik
S-2
PPs.IH FH UNIB


F.    PENGALAMAN DALAM BIDANG PENELITIAN

Tahun
Judul
Kedudukan
Sponsor
1999
Status dan Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Perusahaan Umum (Perum)
Ketua Tim
DIKTI-DM
2001
Faktor Penyebab dan Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Studi Kasus Pencemaran Lingkungan Hidup oleh Perusahaan Tahu  Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota Bengkulu).
Ketua Tim
DIKTI-DM
2002
Kajian Perundang-undangan di Bidang Investasi Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Prov. Bengkulu.
Anggota
Balitbang Prov. Bengkulu
2003
Perlindungan Hukum  Bagi Pegawai Perusahaan Daerah di Provinsi Bengkulu

DIKTI-DM
2003
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Propinsi Bengkulu
Ketua Tim
Bappeda Prov. Bengkulu
2003
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bengkulu Utara
Ketua Tim
Bappeda Kab. Bengkulu Utara
2004
Otonomi Daerah  dan Problematik Sistem Desentralisasi Dalam Negara  Kesatuan RI
Ketua Tim
Forum-Heds
2004
Legislative Review dan Law Enforcement Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota Bengkulu,
Ketua Tim
Bappeda Kota Bengkulu
2005
Perlindungan Hukum Kawasan Hutan Lindung di Propinsi Bengkulu Ditinjau Dari Aspek  Hukum Lingkungan Administratif
Ketua Tim
DIKTI-DM
2006
Pola Pelestarian Hutan Lindung  Bukit Barisan Melalui Pranata Hukum Adat Serawai Di Kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur
Anggota
DIKTI-PD
2006
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Bidang Kehutanan Di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu
Ketua Tim
Forum-Heds
2006
Model Regulasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan Di Kab. Bengkulu Utara
Ketua Tim
PHK A-2
2007
Perumusan Model Konseptual Penyelesaian Konflik Atas Pelanggaran  Hutan Lindung Bukit Barisan Melalui Pranata Hukum Adat Serawai  Di Kecamatan Kaur Tengah Kabupaten Kaur
Anggota
DIKTI-PD
2007
Kajian Model Pengelolaan  Wilayah Pesisir Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan Di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu
Anggota
DIKTI-HB
2007-2008
Perumusan dan Penyusunan Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan Di Kabupaten Seluma
Ketua Tim
DIKTI-HB
2008
Perumusan Dan Penyusunan Model Percepatan  Pembangunan Kabupaten Seluma Berdasarkan Potensi Unggulan
Anggota
DIKTI-HB
2009-2010
Perumusan Dan Penyusunan Model Akselerasi Pembangunan Kabupaten Kaur
Anggota
DIKTI-HB
2010
Implementasi Prinsip Hukum Pelestarian  Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai  Instrumen Pencegahan Kerusakan Kawasan Hutan Dalam  Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Di Indonesia
Ketua Tim
DIKTI-HD
2012
Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda Tentang Perizinan Usaha Perkebunan Di Provinsi Bengkulu
Ketua Tim
Disbun Prov. Bengkulu
2012
Penyusunan Naskah Akademik Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara
Ketua Tim
Dinas ESDM Prov. Bengkulu
2013
Social mapping  Kelurahan Kandang dan Kandang Mas Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu
Ketua Tim
PBL- Pertamina Bengkulu
2013
Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda Prov. Bengkulu  Tentang Pengelolaan DAS Terpadu
Anggota
BP-DAS Bengkulu
2013
Penyusunan Ranperda Kota Bengkulu Tentang RPJMD Kota Bengkulu, Bappeda Kota Bengkulu.
Ketua Tim
Bappeda Kota Bengkulu
2014
Model Pengaturan dan Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan (Analisis Terhadap Prinsip-prinsip
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Pengelolaan Perkebunan berkelanjutan Di Provinsi Bengkulu)
Ketua Tim
DIKTI-HF
2014
Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda Prov. Bengkulu  tentang Pengelolaan Outer Ringroad
Anggota
Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu

G.   PENGALAMAN DALAM BIDANG PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

Tahun
Judul
Kedudukan
Sponsor
2000
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota Bengkulu (Magang Pada Kantor LBH di Kota Bengkulu)
Ketua Tim
DIKTI (MKU)
2001
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota Bengkulu Dalam Rangka Menanamkan Budaya Kewirausahaan
Ketua Tim
DIKTI (MKU)
2002
Penyuluhan Hukum Tentang AMDAL
Nara Sumber
Bapedalda Rejang Lebong
2003
Sosialisasi UUPLH Bagi Lurah  Se-Kota Bengkulu
Nara Sumber
Pemda Kota Bkl
2003
Penyuluhan  Hukum Lingkungan Bagi Pengusaha Kecil dan Industri Rumah Tangga
Nara Sumber
Pemda Kota Bkl
2003
Penataran Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bagi  Pejabat Di Lingkungan Pemda Provinsi Bengkulu
Nara Sumber
Diklat Pemda Prov. Bkl
2003
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management (ICZPM)
Nara Sumber
Pemda Prov. Bkl
2003
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management (ICZPM)
Nara Sumber
Pemda  Bkl. Utara
2003
Legal Drafting Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah di  Kota Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Kota Bkl
2003
Legal Drafting Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah di Kabupaten  Bengkulu Utara
Nara Sumber
Bappeda  Bengkulu Utara
2004
Pelatihan Integrated Coastal Zone Plan And Management (ICZPM)
Nara Sumber
Bappeda  Kota Bengkulu
2004
Penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bkl. Utara
Ketua
Bappeda   Bengkulu Utara
2004
Penyusunan Draft Rancangan Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten  Seluma dan Draft Perda  Tentang  Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Kab. Seluma
Ketua Tim
Pemda Kabupaten Seluma
2004
Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Pembekalan Terhadap Anggota DPRD dari PKS se-Propinsi Bengkulu dan Jambi),
Nara Sumber
Provinsi Bengkulu
2005
Diseminasi  Hasil Pelaksanaan Program ICZPM
Nara Sumber
Pemda Prov. Bkl.
2005
Penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Prov. Bengkulu
Ketua
Bappeda Provinsi Bkl.
2005
Penyusunan dan Lokakarya Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kota Bengkulu
Ketua Tim
Bappeda Kota Bkl
2005
Penyusunan Draft Rancangan Perda Tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Prov. Bengkulu
Anggota Tim
Bappeda Provinsi Bkl
2005
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Borobudur- Jkt
Reviewer
DP2M Dikti.
2006
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Wisata-Jkt
Reviewer
DP2M Dikti.
2006
Lokakarya Finalisasi Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kota Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Kota Bkl.
2006
Penyusunan Renstra Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Muko-muko Prov. Bengkulu
Anggota Tim
Bappeda Muko-muko
2006
Penyusunan Cluster Produk Andalan Kabupaten Muko-muko Prov. Bengkulu
Anggota Tim
Bappeda Muko-muko
2006
Lokakarya Sosialisasi Konsep Pengelolaan Pesisir Terpadu Prov. Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Provinsi Bkl, 
2006
Pelatihan (TOT) Dalam Rangka Pengelolaan Pesisir Terpadu Propinsi Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Provinsi Bkl
2006
Pelatihan Beracara Di Pengadilan (Litigasi) Bidang Pembinaan Hukum Polda Bengkulu
Nara Sumber
Polda Bengkulu
2006
Program Pemberantasan Buta Aksara, di Kab. Bkl. Utara
Ketua  Tim
Dikti. Diknas
2006
Penyusunan Data Base Potensi Desa-desa di Kabupaten Seluma
Ketua Tim
Pemda Kab. Seluma
2006
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM, di UNSRI,  Poltek UNSRI-Palembang, UNILA-Lampung
Reviewer
DP2M Dikti
2007
Desk Evaluasi Proposal PPM, Hotel Pangrango II-Bogor
Reviewer
DP2M Dikti
2007
Program Pemberantasan Buta Aksara, di Kab. Bkl. Utara
Ketua Tim
Dikti.Diknas
2007
Penyusunan Data Base Potensi Desa-desa  di Kabupaten Muko Muko
Ketua Tim
Bappeda Muko-muko
2008
Program Pemberantasan Buta Aksara, di Kab. Bkl. Utara
Ketua Tim
Dikti.Diknas
2008
Penyusunan Data Base Potensi Desa-desa  di Kabupaten Kaur
Ketua Tim
Bappeda Kaur
2008
Desk Evaluasi Proposal PPM DP2M, Dikti.
Reviewer
DP2M Dikti
2009
Desk Evaluasi Proposal PPM DP2M, Dikti-Hotel Rinjani-Semarang
Reviewer
DP2M Dikti
2009
Bimbingan Teknis Pengacara Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Gugatan Administrasi Negara, Hotel Jayakarta-Bandung
Nara Sumber
FH UNPAD
2010
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM di wilayah Jawa Tengah, oleh perguruan tinggi: UGM, UNY, UII, Institut Pertanian Stiper, Univ. Sanata Dharma, Institut Sains dan Teknologi Akprind, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, STMIK El Rahmah, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiah, Politeknik API, Politeknik LPP.
Reviewer
DP2M Dikti
2011
Desk Evaluasi Proposal PPM IbM DP2M
Reviewer
LPPM UNIB
2011
Pelatihan dan pembekalan bagi para Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3)
Nara Sumber
Kerjasama Kemenpora-LPPM UNIB
2012
Desk Evaluasi Proposal PPM DIPA
Reviewer
LPPM UNIB
2012
Sosialisasi Program Kewirausahaan Bagi Masyarakat Nelayan di Kelurahan Kandang Kota Bengkulu,  pembangunan gedung sekolah PAUD/TK dan peralatannya, pemberian bantuan peralatan bagi nelayan dan ibu rumah tangga nelayan.
Nara Sumber  dan  pelaksana PBL
PBL Pertamina Sumbagsel-LPPM UNIB
2013
Pelatihan Penulisan Proposal PPM Bagi Dosen Fakultas MIPA-UNIB
Narasumber
FMIPA-UNIB
2013
Sosialisasi Program Kewirausahaan Bagi Masyarakat Petani di Desa Permu Kabupaten Kepahyang, pemberian bantuan heller padi dan heller kopi, genset untuk kelompok tani.
Nara Sumber, dan  pelaksana PBL
PBL Pertamina Sumbagsel-LPPM UNIB
2013
Desk Evaluasi Proposal PPM BOPTN
Reviewer
LPPM UNIB
2013
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM BOPTN UNIB
Reviewer
LPPM UNIB
2013
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan PPM  Dikti di wilayah Garut, Lampung, dan Makasar, oleh perguruan tinggi: Universitas Garut, AMIK Garut, Poltek Negeri Lampung, UBL, Poltek Negeri Makasar
Reviewer
DP2M Dikti
2014
Pembekalan Mahasiswa Peserta KKN-UNIB Periode 72 tahun 2014
Narasumber
P3KKN UNIB





H.   PENGALAMAN PENYUSUNAN/PENERBITAN BUKU

Nama
Judul Buku Ajar/Buku Teks
Tahun
Penerbit
ISBN
Iskandar
Hukum Administrasi
1999
FH UNIB
-
Iskandar
Hukum Acara PTUN
2000
FH UNIB
-
Iskandar
Praktek Hukum  Acara PTUN
2000
FH UNIB
-
Iskandar
Hukum Lingkungan
2001
FH UNIB
-
Iskandar
Hukum Perizinan
2003
FH UNIB
-
Iskandar
Hukum Kehutanan
2004
FH UNIB
-
Iskandar
Regulasi Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau Kecil Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan
2006
Lemlit- UNIB Press
979-9431-20-7
Iskandar
Profil Desa-desa Dalam Wilayah Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu
2006
P3KKN-UNIB
-
Iskandar
Panduan Penyelenggaran Program KKN Universitas Bengkulu
2007
P3KKN-UNIB
-
Iskandar
Profil Desa-desa Dalam Wilayah Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu
2008
P3KKN-UNIB
-
Iskandar, et.al.
Penyusunan  Draft Buku Pedoman Pelaksanaan PPM-DP2M Dikti.
2010
DP2M Dikti
-
Iskandar, et.al.
Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Berkelanjutan
2011
UNPAD-PRESS
978-602-8743-51-8
Iskandar, et.al.
Potret Hukum, Mentalitas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Suatu Kajian dari Perspektif Konsep Etika Uber Ich Sigmund Freud dan Good Governance
2012
Penerbit Total Media, Jakarta
978-979-15913-5-5
Iskandar
Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan
2015
CV. Mandar Maju , Bandung
978-979-538-439-2

I.     DAFTAR PUBLIKASI  ARTIKEL

Tahun
Judul Artikel
Nama Media
1999
Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Perusahaan Umum (Perum)
Jurnal Penelitian Fakultas Hukum UNIB
2000
Perlindungan Hutan
Harian Semarak Bengkulu
2000
Arti Penting Lingkungan Hidup
Harian Semarak Bengkulu
2000
Lingkungan Hidup dan Permasalahannya
Harian Semarak Bengkulu
2000
Arti Penting Perizinan Lingkungan
Harian Semarak Bengkulu
2000
AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
Harian Semarak Bengkulu
2000
Baku Mutu Lingkungan (BML)
Harian Semarak Bengkulu
2000
Sikap dan Perbuatan Berwawasan Lingkungan
Harian Semarak Bengkulu
2000
Sanksi bagi Pencemar dan Perusak Lingkungan
Harian Semarak Bengkulu
2000
Prosedur Penyelesaian Kasus Pencemaran dan Perusakan  Lingkungan
Harian Semarak Bengkulu
2000
Asal Usul Marga
Bengkulu Pos
2000
Praktek Pengacara Dan Konsultan Hukum Di Kota Bengkulu
Proseding Seminar Nasional, Dikti. Jkt.
2000
Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Pencemaran dan Gangguan Lingkungan (Studi Terhadap Kasus Pencemaran dan Gangguan Lingkungan oleh Perusahaan Tahu Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota Bengkulu),
Jurnal Penelitian Hukum-USU, Medan
2000
Konsep HAM dan Perlindungan Hukum
Proseding Seminar BKS-Barat, FH UNIB.
2001
Masyarakat Sadar Lingkungan (Masdarling)
Harian Semarak Bengkulu
2001
Tergugat dan Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara
Harian Semarak Bengkulu
2001
Tata Usaha Kayu dan Permasalahannya
Harian Semarak Bengkulu
2001
Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Pantai Di Propinsi Bengkulu
Harian Semarak Bengkulu
2001
Pendidikan Lingkungan
Harian Semarak Bengkulu
2001
Sampah dan Permasalahannya
Harian Semarak Bengkulu
2001
Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Studi Kasus Pencemaran Lingkungan Hidup oleh Perusahaan Tahu  Sumber Mulya di Kec. Gading Cempaka Kota Bengkulu),
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB
2002
Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB.
2003
Perizinan Lingkungan Sebagai Instrumen Perlindungan Hutan Di Provinsi Bengkulu,
Jurnal Supremasi Hukum FH. UNIB.
2003
Kajian Peraturan Perundangan-undangan Berkaitan Dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Bengkulu
Jurnal Kutei FH. UNIB.
2004
Keabsahan Kebijakan Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Prosiding Seminar Nasional di Prop. Bkl.
2004
Perlindungan Hukum Kawasan Hutan Lindung Di Propinsi Bengkulu Ditinjau Dari Aspek Hukum Lingkungan Administratif
Jurnal Litigasi  FH. UNPAS Bandung, Terakreditasi.
2004
Regulasi dan Penegakan Hukum Lingkungan
Jurnal Kutei FH. UNIB.
2006
Aspek Hukum dan Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Era Otonomi Daerah Serta Alternatif Penanganan Konflik
Prosiding Seminar Nasional di Bengkulu
2011
Konsepsi dan Pengaturan Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup);
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Bengkoelen Justice, Volume I Nomor 1 April 2011, PPs.Ilmu Hukum FH UNIB.
2011
Sertifikasi Ekolabel Sebagai Instrumen Kebijakan Pengaturan (Regulatory Policy) Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan
Jurnal Ilmiah KUTEI, Badan Penerbit FH UNIB. Edisi 20 April 2011.
2011
Hukum Dalam Era Globalisasi Dan Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Ekonomi Dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (Kajian Pengembangan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945)
Jurnal Konstitusi, Vol. IV No. 1 Juni 2011, MKRI-PKK FH UNIB.

2011
Aktualisasi Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Perubahan Peruntukan, Fungsi, dan  Penggunaan Kawasan Hutan

Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11  No. 3, September 2011, FH UNSOED, Purwokerto, Terakreditasi.
2013
Tinjauan Yuridis Tukar Menukar dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan
Majalah Ilmu Hukum Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, Terakreditasi.
2014
Keabsahan Tindak Pemerintahan  (Analisis Yuridis Terhadap Keputusan Gubernur Bengkulu No. W.421.XXV Tahun 2011 Tentang Persetujuan Izin Usaha  Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Inmas Abadi dan Keputusan Gubernur Bengkulu No. V.61.XXV Tahun 2012  Tentang Pencabutan/Pembatalan  Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor: W.421.XXV Tahun 2011 Kode Wilayah 96MR0524 tentang Persetujuan Izin Usaha  Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Inmas Abadi)
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 1, Maret 2014, FH Universitas Jambi.

2014
Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan Lingkungan    (Kajian Pengaturan Dalam Hukum Positip dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif Pencegahan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang),
Jurnal Progresif, FH-Universitas Bangka Belitung, Maret 2014.


J.     PENGALAMAN DALAM FORUM DISKUSI DAN PERSIDANGAN

Tahun
Judul
Kedudukan
Tem
pat
Wila
yah
2003
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Propinsi Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Prov. Bengkulu
Lokal
2003
Konsultasi Antar Sektor Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Prov. Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Prov. Bengkulu
Lokal
2003
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bengkulu Utara
Nara Sumber
Bappeda Bengkulu Utara
Lokal
2004
Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Kota Bengkulu
Lokal
2004
Konsultasi Antarsektor Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kota Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Kota Bengkulu
Lokal
2004
Konsultasi Antar Sektor Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Kab. Bengkulu Utara
Nara Sumber
Bappeda Bengkulu Utara
Lokal
2005
Konsultasi Antar Sektor Draft Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil di Prov. Bengkulu
Nara Sumber
Bappeda Prov. Bengkulu
Lokal
2012
Dialog Interaktif: Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Provinsi Bengkulu
Nara Sumber
RRI- Bengkulu
Lokal
2012
Dialog Interaktif: Pengelolaan Sektor Pertambangan Di Provinsi Bengkulu
Nara Sumber
RRI- Bengkulu
Lokal
2012
Dialog Interaktif: Kebijakan Pembangunan Bengkulu
Nara Sumber
RB-TV- Bengkulu
Lokal
2012
Sengketa TUN,  Antara Gubernur Bengkulu  dengan PT. Inmas Abadi
Saksi Ahli
PTUN Bengkulu
Lokal
2013
Perkara Pidana, An. M. Taufik, PDAM Bkl
Saksi Ahli
PN Bengkulu
Lokal
2013
Dialog Interaktif: Proses Seleksi Anggota KPU
Nara Sumber
RB-TV- Bengkulu
Lokal
2013
Dialog Interaktif: Kedudukan Hukum Anggaran Daerah Dalam Penyertaan Modal Pada PT. Bengkulu Mandiri
Nara Sumber
RB-TV- Bengkulu
Lokal
2013
Dialog Interaktif: Keterbukaan Informasi Publik
Nara Sumber
TVRI- Bengkulu
Lokal
2013
Dialog Interaktif: Keterbukaan Informasi Publik
Nara Sumber
Esha-TV- Bengkulu
Lokal
2014
FGD: Mencari Solusi Atas Masalah Agraria Di Bengkulu
Nara Sumber
DPD-RI-UNIB
Lokal


K.   PENGALAMAN DALAM PENATARAN/PELATIHAN/WORKSHOP/MAGANG

Tahun
Nama Pelatihan
Tempat
1996
Penataran Hukum  Administrasi
Unair-Surabaya
1997
Penataran Hukum Lingkungan
Unair-Surabaya
1998
Penataran Hukum  Administrasi
Unair-Surabaya
1999
Penataran Hukum Lingkungan
Unair-Surabaya
2000
Pelatihan Penulisan Buku Ajar
Hotel Pangeran Padang
2001
Pelatihan Dasar-dasar AMDAL
IPB- Hotel Mutiara Bogor
2005
Workshop Reviewer DP2M Dikti
Dikti-Jakarta
2006
Workshop KKN-PM
Dikti-Jakarta
2007
Workshop Pelaksanaan KKN-PM
UGM-Yogyakarta
2007
Workshop Pengajar HTN/HAN
Mahkamah Konstitusi-RI Hotel Sultan Jakarta
2009
TOT Reviewer DP2M Dikti
Hotel Mirah Bogor
2010
TOT Reviewer DP2M Dikti

Hotel Sheraton-Jakarta
2012
Workshop Hibah Penulisan Buku Teks, “Hukum Kehutanan – Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan hutan Berkelanjutan”.
Dikti, Hotel Jayakarta, Bandung
2012
Workshop Pengelolaan Usaha dan Pengaturan Perizinan Di Bidang Perkebunan Berkelanjutan
Disbun, Palangkaraya, Kalteng
2013
Workshop Pengelolaan DAS Terpadu
Pemda Kab. Serang, Banten

L.    PENGALAMAN MENGIKUTI SEMINAR/LOKAKARYA

Tahun
Nama Penghargaan
Peran/ ke dudukan
Tempat
Lembaga Penyelenggara
1999
Seminar Nasional Hasil Kegiatan PPM
Pemakalah
Hotel Wisata-Jakarta
DP3M Dikti.
2000
Seminar Nasional Program Semi-Que
Pemakalah
Hotel Bidakara-Jakarta
Dikti
2003
Seminar Nasional, Keabsahan Kebijakan Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Pemakalah
GSG Pemda Prov. Bengkulu
Kejati BKL
2006
Seminar Nasional Hasil Penelitian
Pemakalah
Hotel Borobudur-Jakarta
DP2M Dikti
2007
Seminar Hasil Kegiatan PPM
Pemakalah
Depdiknas-Jakarta
DP2M Dikti
2010
Seminar Hasil Kegiatan Pelaksanaan PPM-PT
Reviewer
Hotel Sheraton-Jakarta
DP2M Dikti
2013
Seminar Hasil Kegiatan PPM Multi Tahun
Reviewer
Hotel Simpang, Surabaya
DP2M Dikti
2014
Semirata: Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Konflik Pascatambang
Pemakalah
Hotel Aston, Bangka Belitung
BKS-FH-PTN-Wilayah Barat
2014
Reformasi Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria
Pemakalah
Ruang Rapat UNIB
DPD-UNIB
2015
Implikasi Alih Kewenangan                                                                     Dalam Pengelolaan  Sumber Daya Alam  Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang   Pemerintahan Daerah
Pemakalah
Hotel Samudra Dwinka, Bengkulu
WALHI, Bengkulu
2015
Ambiguitas Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia,              (Penguatan Institusi Bergantung Sudut Pandang Dan Kepentingan)
Pemakalah
Hotel Putri Gading, Bengkulu
Kejati, Bengkulu
2015
Peran DPRD  Dalam Mencegah Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam
Pemakalah
Hotel Risky, Tais, Kabupaten Seluma
DPRD Seluma

M. PENGHARGAAN

Tahun
Nama Penghargaan
Lembaga Pemberi
1999
Dosen Berprestasi  3
Unib-Bengkulu
2004
Penghargaan Walikota, Dalam Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Di Kota Bengkulu
Pemda Kota Bengkulu
2006
Dosen Berprestasi  1
FH. Unib-Bengkulu
2006
Penulisan Buku Teks dan Jurnal
Unib-Bengkulu
2008
Sertifikasi Pendidikan
Unib-Unand Padang
2011
Penulisan Buku Teks dan Jurnal ilmiah
Unib-Bengkulu
2012
Detaser
Dikti. Kemendikbud.
2013
Penulisan Jurnal Ilmiah
Unib-Bengkulu
2014
Dosen Berprestasi  1
FH. Unib-Bengkulu
2014
Dosen Berprestasi  2
Unib-Bengkulu

Bengkulu, 15  Oktober  2015



Iskandar
NIP. 196311071990011002



[1] SDA selain dapat dikategorikan dalam bentuk modal alam (natural resources stock) seperti daerah aliran sungai, danau, kawasan lindung, pesisir dan lain-lain. Juga dalam bentuk faktor produksi atau komoditas seperti mineral, batubara, kayu, rotan, air, ikan, dan lain-lain. Upaya pelestarian kedua kategori SDA tersebut sangat ditentukan oleh daya dukungnya, karena memiliki keterbatasan untuk menghasilkan komoditas secara berkelanjutan. Selain itu, SDA dapat dikategorisasi  menjadi SDA yang terbarukan dan tidak terbarukan, sehingga dalam pemanfaatan SDA harus dilakukan secara bijak sesuai dengan karakteristik dan keterbatasannya. Istilah Sumber Daya Alam  (SDA) secara yuridis dapat ditemukan di Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, khususnya Bab IV Arah Kebijakan Huruf H SDA dan LH, angka 4, yang menyatakan: “Mendayagunakan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.” Demikian juga  pada ketentuan Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, khususnya Pasal 6 yang menyatakan: “Menugaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan SDA serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan Ketetapan ini.”
[2] Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain, (Pasal 1 angka 1 UUPPLH). Kerusakan SDA berarti juga kerusakan LH, karena SDA merupakan bagian dari LH.
[3] Philipus M. Hadjon, et.,al., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,  hlm. 123-128.
[4] Izin merupakan suatu keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan oleh organ pemerintah, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifat konkret, individual, dan final. Sebagai KTUN maka izin harus memenuhi unsur-unsur KTUN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), terakhir telah diubah melalui  Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Selain itu, pada Pasal 1 angka 8 Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Di Daerah, disebutkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peratutan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pada angka 9 disebutkan bahwa Perizinan adalah pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk ijin maupun tanda daftar usaha.
[5] ten Berge menyatakan: “De vergunning is een van de meest gebruikte in het administratief recht. Het bestuurs hanteert de vergunning als een juridisch middel om de burgers te sturen”, lihat N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya,  hlm. 2-3. Perhatikan juga Ahmad Basuki, Pertanggungan Jawab Pidana Pejabat Atas Tindakan Mal-Administrasi Dalam Penerbitan Izin Di Bidang Lingkungan, Jurnal PERSPEKTIF, Volume XVI No. 4 Tahun 2011 Edisi September, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, hlm. 253.
[6]   Ibid.
[7] Perhatikan Ivan Fauzani Raharja, Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan, Jurnal  Inovatif, Volume VII No. II Mei 2014, hlm., 118-119.
[8] Perhatikan Adrian Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 167-168.
[9] Lihat Pasal 1 angka 35 dan angka 36 UUPPLH, jo. Peraturan Pemerintah  No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.
[10] Dalam praktik, baik pemerintah (pejabat) maupun pelaku usaha sering melakukan pelanggaran terhadap UUPPLH dan UU yang mengatur tentang SDA. Pelanggaran hukum perizinan yang sering terjadi yaitu berkaitan dengan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh pemerintah (pejabat) misalnya mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanpa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), gagal menegakkan hukum, mencegah kerugian negara dan kerusakan lingkungan serta secara sadar mengetahui adanya aktivitas pembukaan lahan/penanaman yang dilakukan oleh perusahaan meski tanpa AMDAL, surat izin pelepasan kawasan hutan dan kemungkinan tanpa Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). Sedangkan pelanggaran hukum yang sering dilakukan oleh perusahaan yaitu mendapatkan IUP tanpa AMDAL yang sah dan legal, melakukan aktivitas pembukaan lahan dan penanaman di area hutan tanpa surat izin pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan, membabat lahan hutan tanpa IPK yang sah, beroperasi tanpa AMDAL, beroperasi di luar batas yang ditentukan dalam izin, dan sebagainya.
[11] Lihat Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 79.
[12] Hal ini tentunya bertentangan dengan nilai-nilai substansial Pembukaan UUD 1945 khususnya alinea 4  dan ketentuan Pasal 33 UUD 1945: ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (hasil amandemen keempat). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang (hasil amandemen keempat).
[13] F.J. Broswimmer memaknai ecocide adalah tindakan terencana langsung maupun tidak langsung yang ditujukan untuk menguras dan menghancurkan serta memusnahkan eksistensi dasar ekologi dari sebuah tata kehidupan semua mahluk didalamnya. Ecocide is the killing of an ecosystem, lihat M. Ridha Saleh, Ecocide, Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Walhi, Jakarta, 2005, hlm. 66-67. Lihat juga Iskandar, Instrumen Ekonomi Dalam Kebijakan Lingkungan  (Kajian Pengaturan Dalam Hukum Positip dan Perspektif Pengaturan Di Daerah Sebagai Solusi Alternatif Pencegahan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pascatambang, Jurnal Progresif, FH-UBB., Bangka Belitung, 2014, hlm. 17.
[14] Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dilakukan  untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi masa yang akan datang. Artinya, dalam melakukan eksploitasi dan pemanfaatan SDA harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat  pada masa sekarang, tetapi dilakukan tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang. Dengan demikian generasi berikutnya juga dapat merasakan dan menikmati SDA  seperti yang saat ini kita nikmati dan  rasakan.
[15] Lihat Huala Adolf, dalam bukunya, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, pada hlm. 51., bahwa Kedaulatan negara atas kekayaan alamnya, diakui oleh dunia internasional sebagaimana diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB, 21 Desember 1952 yaitu tentang prinsip “penentuan nasib sendiri ekonomi setiap negara berkembang” (economic self-determination) ditegaskan bahwa hak setiap negara untuk memanfaatkan kekayaan alamnya. Kemudian dalam Resolusi Majelis Umum PBB, 14 Desember 1962 dan 25 November 1966 serta 17 Desember 1973 tentang “kedaulatan permanen” (permanent sovereignty) terhadap kekayaan alam di laut dan tanah di bawahnya dan di bawah perairan laut yurisdiksinya. Dalam Covenant on Economic, Social and Cultural Right, 16 Desember 1966, pada Pasal 1 ditegaskan tentang hak suatu negara (peoples) untuk memanfaatkan secara bebas kekayaan alamnya. Resolusi Majelis Umum PBB tentang Permanent Sovereignty over Natural Resources tahun 1974 dan Deklarasi tentang pembentukan Tata Ekonomi Internasional Baru dan Piagam Hak-hak Ekonomi dan Kewajiban Negara (Charter of Economic Rigahts and Duties of State) tahun 1974, yang menegaskan kembali kedaulatan negara untuk mengawasi kekayaan alamnya, terutama bagi negara berkembang. Demikian juga dalam Prinsip 21 dan 11 Declaration on the Human Environment dari Konferensi Stockholm, 5-6 Juni 1972, yang menyatakan bahwa negara-negara memiliki hak berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sesuai dengan kebijaksanaan pengamanan dan pemeliharaan lingkungannya.
[16] Namun fakta yang terjadi justru sangat ironis, manakala pemerintah justru memberi ruang usaha perkebunan dikuasai asing yang dapat mencapai maksimal 95%, lihat Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
[17] Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyatakan bahwa Indonesia merupakan pemilik hutan hujan tropis ketiga di dunia dengan luas kawasan mencapai 130,68 juta hektare. Namun, laju deforestasi hutan yang sangat cepat membuat luas hutan berkurang. Setiap tahunnya deforestasi dan degradasi hutan berada di angka 450 ribu hektare. Langkah utama yang diambil untuk mengurangi kerusakan hutan yakni dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hutan. Disamping itu, penindakan tegas juga harus dilakukan agar kerusakan hutan tidak meluas, http://nasional.sindonews.com/read/967291/15/ kerusakan-hutan-mencapai-450-ribu-hektare-pertahun-1424526825, diunduh 28 Agustus 2015.
[18] Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Selanjutnya, pada ayat (2) dari pasal tersebut menyebutkan bahwa Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR. Dalam Pasal 38, pada ayat (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung, pada ayat (2) disebutkan bahwa  Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan, ayat (3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan, pada ayat (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka, dan ayat (5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR. Selanjutnya pada ayat (4) ditegaskan bahwa pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Lihat juga ketentuan Pasal 11, 12, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Perhatikan juga Iskandar, et.al., 2011, Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Berkelanjutan, Unpad Press.,  Bandung, hlm. 93, 121. 137.

[19] Forest Watch Indonesia (FWI),  Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-2013, http://sains.kompas.com/read/2014/12/11/20455171/Tiap.Menit .Indonesia.Kehilangan.Hutan.Seluas.Tiga.Kali.Lapangan.Bola, diunduh 28 Agustus 2015.
[20] Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, paling tidak terdapat 65 izin pertambangan dengan luas 130.605,88 hektar terindikasi berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Dari 65 izin pertambangan tersebut, sebanyak 31 izin berada di kawasan hutan konservasi dan 34 izin lainnya di kawasan hutan lindung. Rinciannya, 31 izin pertambangan di hutan konservasi sebanyak 23 izin berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Bengkulu dengan luas 5.144,55 ha. Kemudian, satu IUP di Lampung seluas 3,47 ha, satu izin Kontrak Karya di Lampung dengan luas 16,80 ha, dan satu IUP di Banten seluas 841,55 ha. Dari 34 izin pertambangan di kawasan hutan lindung, sebanyak 19 IUP di Bengkulu seluas 113.600,96 ha. Kemudian, 11 IUP di Lampung seluas 905,78 ha dan dua izin Kontrak Karya seluas  9.777,22 ha. Selain itu, ada dua IUP di Banten seluas 315,55 ha. lihat  http://m.radarpena.com/welcome/read/2015/04/24/18376/18/1/Bengkulu-Terbanyak-Pelanggaran-Tambang. diunduh 28 Agustus 2015.
[21] Siaran Pers, Nomor : S.196/PHM-1/2015,  tanggal 30 Maret 2015, https:// www.google.com/search?q=Siaran+Pers%2C+Nomor+%3A+S.196%2FPHM-1%2F2015%2C++tanggal+30+Maret+2015&ie=utf-8&oe=utf-8, diunduh 30 Agustus 2015.
[22] Lihat Iskandar, 2010, Implementasi Prinsip-prinsip Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Sebagai Instrumen Pencegahan Kerusakan Kawasan Hutan Dalam Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Di Indonesia, Laporan Penelitian, HD. PPs.Unpad.,  Bandung, hlm. 4-5. Lihat juga Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Perizinan Usaha Perkebunan Di Provinsi Bengkulu, Disbun Prov. Bengkulu, 2012, hlm. 31-35.  lihat http://sawitwatch.or.id/, lihat juga http://www.luwuraya.net/ 2013/06/ korupsi-sumber-daya-alam-semakin-fantastis/,  diunduh pada tanggal 30 Agustus  2015.
[23] lihat ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
[24] Perizinan Usaha Perkebunan, dibutuhkan dan menjadi salah satu syarat untuk semua perusahaan perkebunan yang aktif. Perizinan perkebunan hanya dapat dikeluarkan setelah beberapa kriteria telah disetujui, termasuk salah satunya disetujuinya AMDAL oleh pemerintah provinsi atau dinas di kabupaten. AMDAL memerlukan beberapa rangkaian proses, konsultan menetapkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari perkebunan yang akan dibangun dan membuat rencana pengembangan yang berkelanjutan untuk meminimalisir dampak. Dari beberapa sanksi yang terdapat pada UUPPLH terdapat sanksi kurungan penjara antara satu hingga tiga tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar dan Rp 3 miliar untuk “setiap orang” yang beraktivitas tanpa memiliki AMDAL yang telah disetujui. Bagian ini menjadi signifikan karena AMDAL tidak hanya sebagai salah satu tahap dalam pemberian izin tetapi juga termasuk dalam rencana pengelolaan dan pencegahan dampak lingkungan selama berlangsungnya aktivitas usaha.
[25] Dalam ketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) disebutkan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. HGU diberikan untuk paling lama 25 tahun, sedangkan untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama, dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun. Dalam Pasal 34 UUPA disebutkan bahwa HGU hapus karena: a) jangka waktunya berakhir, b) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu yang tidak dipenuhi, c) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, d) dicabut untuk kepentingan umum, e) ditelantarkan, dan f) tanahnya musnah. Lihat Iskandar,  Tinjauan Yuridis Tukar Menukar dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Nonkehutanan, Majalah Ilmu Hukum Kerthawicaksana, Vol. 19 No. 1, Januari 2013, FH Universitas Warmadewa, Denpasar-Bali, hlm. 65-66.
[26] Hasil penelitian dari M. Yamani Komar dan Hamdani Ma’akir, 2013,  Penertiban HGU Terlantar Di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. menunjukkan bahwa luas lahan HGU perkebunan besar 208.546 Ha, dari luas tersebut 35.533 Ha terindikasi terlantar, lihat http://repository.unib.ac.id/835/, diunduh 29 Agustus 2015. Seperti halnya lahan HGU seluas 3.700 hektare di Desa Pelajau Kecamatan karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah milik PT. Bengkulu Sawit Jaya (BSJ) diterlantarkan sejak 1999 lalu sampai saat ini, http://harianrakyat bengkulu. com/ver3/2015/06/25/ribuan-hektare-hgu-terlantar/, diunduh 29 Agustus 2015.
[27] Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Izin …, ibid.. lihat  http://gresnews.com/news/20130615-korupsi-sumber-daya-alam, lihat juga http://www.elsam.or.id/article.php?id, diunduh pada tanggal 30 Agustus 2015.
[28] Terkait dengan IUP ini, di Provinsi Bengkulu banyak perusahaan yang tidak memiliki IUP, bahkan perusahaan besar yang telah beroperasi sangat lama,  diantaranya PT. Agrecinal yang berlokasi di Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas area 8.902 hektar. Perusahaan ini telah beroperasi selama 33 tahun tanpa IUP. Hal ini tentunya sudah di luar batas kewajaran. Beberapa perusahaan perkebunan sawit di Bengkulu Tengah juga diduga tidak mmiliki IUP, seperti PT Bio Nusantara, PT Citra Sawit Lestasi, PT Agra, PT. Agri Andalas, PT. Bumi Rafflesia Indah, PT. Riau Agrindo Agung. Hal ini dinyatakan oleh Hasyim, Kepala Bidang Perizinan Kantor BPMPPT, Bengkulu Tengah. Lihat http://www. kompasiana.com/www.4lawangitcommunity. blogspot.com/ hebat-ada-perusahaan-besar-beroperasi-33-tahun-tanpa-izin 54f341e7745513a02b6c6df8, diunduh, 29 Agustus 2015.
[29] Lihat Iskandar, 2014, Reformasi Mentalitas KKN Dalam Kebijakan Pengelolaan SDA Sebagai Solusi Konflik Agraria, Artikel, disampaikan pada acara FGD, dengan Tema: Mencari Solusi Atas Masalah Agraria Di Bengkulu, pada hari Kamis, 24 April  2014, kerjasama DPD-RI dengan Universitas Bengkulu, hlm.7. Lihat juga Brankov, et.al., dalam artikel dengan judul: Corruption In The Land Sector, bahwa...Corruption in the land sector can be generally characterized as pervasive and without effective means of control.”, Ekonomika Poljoprivrede, Edisi 60, Balkan Scientific Association of Agricultural Economists, April-Juni 2013, hlm. 365. ProQuest Agricultural Journal, lihat http://e-resources.pnri.go.id:, diunduh 30 Agustus  2015.
[30] Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pihaknya masih berupaya menuntaskan IUP bermasalah dengan koordinasi dan supervisi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beserta seluruh gubernur,  http://www.kpk.go.id/ id/berita/berita-sub/2620-esdm-buru-izin-tambang-bermasalah, diunduh  29 Agustus 2015.
[31] Iskandar, Instrumen Ekonomi…, op.cit., hlm 2-3. Iskandar, et.al., Kajian Pengaturan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Provinsi Bengkulu, Dinas ESDM Prov. Bengkulu, hlm. 5-6. Lihat juga http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/html., diunduh 30 Agustus 2015.
[32] Di Provinsi Bengkulu, Izin pertambangan yang terindikasi berada dalam Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung berdasarkan hasil analisis melalui overlay data izin di bidang pertambangan dengan peta kawasan hutan yaitu sebagai berikut: a. Terdapat 23 (dua puluh tiga) perusahaan yang arealnya terindikasi berada pada kawasan Hutan Konservasi yang meliputi areal seluas ± 5.144,55 Ha. b. Terdapat 16 (enambelas) perusahaan yang arealnya terindikasi berada pada kawasan Hutan Lindung yang meliputi areal seluas ± 113.600,96 Ha., lihat Surat Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Nomor : S. 706 /VII-PKH/2014, tanggal 10 Juli 2014, yang ditujukan kepada Gubernur Bengkulu dan Bupati/Walikota di Propinsi Bengkulu.
[33] Lihat ketentuan Pasal 19 dan Pasal 38 Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. lihat juga ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Perhatikan juga Iskandar,  2015, Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju,  Bandung, hlm. 108.
[34] Iskandar, et.al., Pengaturan Pengelolaan Minerba .. loc.cit., perhatikan Honkonen, Tuula, Challenges of Mining Policy and Regulation in Central Asia: the Case of the Kyrgyz Republic, Abstract, Journal of Energy & Natural Resources Law, Vol.31. Edisi 1, (Feb 2013), ProQuest Research Library, http://e-resources.pnri.go.id:2058/docview/, diunduh 30 Agustus 2015.
[35] Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 35, Pasal 33, Pasal 41, dan Pasal 56 UUPPLH, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
[36] Ketentuan Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH, menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL dan UPL, wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UUPPLH atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Pasal 39 UUPPLH, permohonan izin lingkungan dan izin lingkungan wajib diumumkan, dan dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
[37] Ketua Tim Satgas Illegal Fishing, Mas Achmad Santosa, menyatakan bahwa kapal eks asing di Indonesia ada 1.132 dengan berbagai ukuran. Biasanya satu izin bisa digunakan tiga sampai empat kapal. Artinya ada 1.132 kapal kali tiga sampai empat kapal, jadi ada sekitar 4.000 kapal eks asing di Indonesia. Ada sekitar 3.000 kapal ilegal yang mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian terdapat sekitar 8.000 kapal-kapal yang menjarah sumber daya alam sektor kelautan di Indonesia, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/19/058667481/500-kapal-dari-49-perusahaan-terancam-diseret-tindak-pidana, diunduh,  30 Agustus 2015.
[38] Terkait dengan perizinan ini dapat dilihat ketentuan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 26 (SIUP), Pasal 27 (SIPI), dan Pasal 28 (SIKPI), dan ketentuan perubahannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

[39] Pasal 111 ayat  (1) UUPPLH menyebutkan bahwa, Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi  dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Ayat (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 112 Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
[40] lihat ketentuan Pasal 63 dan Pasal 76  ayat (1) UUPPLH, jo. Pasal 71 PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, jo. Pasal 4 dan Pasal 8 PermenLH No. 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif  Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 
[41] Lihat ketentuan Pasal 85 dan Pasal 87 UUPPLH.
[42] Lihat ketentuan Pasal 109 dan Pasal 110 UUPPLH.
[43] Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 191.
[44] Lihat Iskandar, 2015, Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah                          Dalam Mencegah Timbulnya Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam, Artikel, disampaikan pada lokakarya yang di selenggarakan oleh DPRD Kabupaten Seluma, dengan Tema: “Peranan DPRD Dalam Menyelesaikan Konflik Perkebunan dan Pertambangan Di Kabupaten Seluma”,  Rabu, 16 September 2015, di Hotel Risky, Tais, Kabupaten Seluma, hlm. 17.
[45] Sanksi Administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau ketentuan dalam izin lingkungan. Lihat ketentuan Pasal 1 angka 1 PermenLH Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman  Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[46] Sesuai dengan ketentuan Pasal 76 UUPPLH dinyatakan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif tersebut terdiri atas: (1) teguran tertulis; (2) paksaan pemerintah; (3) pembekuan izin lingkungan; atau (4) pencabutan izin lingkungan. Sedangkan tujuannya sebagaimana ketentuan Pasal 2 PermenLH Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman  Penerapan Sanksi Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu bahwa Pengenaan Sanksi Administratif bertujuan untuk: a. melindungi lingkungan hidup dari pencemaran dan/atau perusakan akibat dari suatu usaha dan/atau kegiatan; b. menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; c. memulihkan kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan d. memberi efek jera bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ketentuan dalam Izin Lingkungan.
[47] Philipus M. Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 10 Oktober 1994, hlm. 7.
[48] Lihat Iskandar, 2015, Implikasi Alih Kewenangan Dalam Pengelolaan  Sumber Daya Alam  Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Artikel, disampaikan pada Seminar dengan Tema Mendorong Efisiensi Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan Daerah Terhadap Perbaikan dan Penataan Izin Pertambangan dan Perkebunan di Provinsi Bengkulu, yang diselenggarakan oleh WALHI-Bengkulu, tanggal 11 Juni 2015, di Samudra Dwinka Hotel, Bengkulu, hlm. 11.
[49] Ibid., hlm. 12.
[50] Ibid., hlm. 13.
[51] Ibid., hlm. 14.